Cikalong untuk Kita !

Yuk, kita sama-sama mengenalkan potensi wilayah cikalong bersama-sama.

Silahkan gabung ke group facebook

Group Facebook : Baroedak Cikalong

Potensi Wilayah yang Berharga

Pantai Karang Tawulan, Cikalong Tasikmalaya

Jumat, 15 Juni 2012

Potensi Alam yang Tersembunyi di Cikalong Tasikmalaya

Region Cikalong dan Karangtawulan sebagai lokasi yang disurvei, terletak di wilayah Tasikmalaya bagian Selatan sepanjang pantai Samudra Hindia. Membentang kurang lebih 21 km, berbatasan langsung dengan Kab. Ciamis di sebelah timur. Daerah ini merupakan jalur langsung dan terdekat jangkauannya dari pantai Pangandaran.

Menurut Van Bemmelen (1968), secara fisiografis region tersebut termasuk ke dalam
zone pegunungan Selatan (Southern Mountains Zone). Zone ini merupakan suatu
kesatuan wilayah dengan karakteristik mengalami proses pengangkatan, terbentang mulai
dari Teluk Pelabuhan Ratu sampai ke Pulau Nusakambangan. Zone ini ternbagi atas 3
bagian (seksi), yaitu: (1) seksi Jampang; (2) seksi Karangtunggal; dan (3) seksi
Karangnunggal. Region Cikalong dan Karangtawulan, dengan ciri-cirinya sebagai
berikut: (1) daerahnya bergelombang dengan bukit-bukit kecil disana sini; (2) jika
batuannya mudah larut (mengandung kapur) daerah ini menjadi daerah karst; (3)
daerahnya masih labil dalam arti masih mengalami proses pengangkatan.

Daerah pantainya merupakan pantai emergence, yaitu pantai yang menunjukkan ciri-ciri
pengangkatan dasar laut (Johnson, 1919). Pantai ini langsung menghadap laut lepas, tidak
ada teluk ataupun pulau yang dapat menahan gelombang, sehingga jarang ada perahu
atau mausia yang berenang. Didaerah ini secara alami pada umumnya hanya dapat
dinikmati keindahan alamnya saja tanpa melakukan sesuatu kegiatan yang berhubungan
langsung dengan keberadaan alam tersebut, seperti berenang, menyelam, bersampan, dan
sebagainya. Pantai Cimanuk sendiri merupakan pantai yang landai, tetapi karena memilki
morfologi dasar laut yang curam, maka untuk dijadikan lokasi wisata bahari tetap saja
memilki resiko yang tinggi.

Daerah ini memiliki potensi alam yang dapat dikembangkan, yaitu:
1. Di sepanjang jalan antara Mandalajaya dan Sindangjaya (kurang lebih 14 km)
terdapat hutan pantai yang ditumbuhi oleh berbagai tumbuhan pantai. Seandainya
sudah ada penataan inventarisasi tumbuhan, hutan ini dapat dimanfaatkan sebagai
kebun botani untuk kepentingan wisata.
2. Pantai Sindangjaya; terdapat muara sungai Cimedang yang banyak memilki cliff,
beach,stack dan sebuah bukit kecil. Disebelah barat bukit pantai tersebut terdapat









sebuah muara kecil , yaitu muara sungai Cirojeh. Kurang lebih 100 meter dari muara
Cirojeh terdapat sebuah lagoon (danau pantai) yang dapat dijadikan tempat
bersampan dan memancing sebagai kompensasi dari wisata bahari. Di sebelah timur
bukit yang berbatasan langsung dengan muara sungai Cimedang, terdapat dataran
yang ditumbuhi pohon kelapa. Daerah ini cocok digunakan sebagai arena
perkemahan, disamping tanahnya landai dan indah, fasilitas air tawar untuk memasak
dan mandi tercukupi.
3. Sungai Cimedang, terdapat pada daerah perbatasan antara desa Sindangjaya dan
Kalapagenep. Sungainya relatif besar untuk ukuran sungai di Pulau jawa, juga
terdapat delta dengan nama Nusa Kalapagenep. Dengan menggunakan sampan atau
perahu bermotor, pengunjung dapat menelusurinya hingga ke muara dimana tempat
perkemahan berada. Disanalah fasilitas wisatawan dapat didirikan, selain alamnya
yang menunjang (pemandangannya indah) juga dekat prasarana transportasi.
4. Karangtawulan; dinamakan juga Poponcol, tempat ini ada dalam satu lokasi yang
jaraknya dari sungai Cimedang sekitar 3 km. Karangtawulan merupakan bukit pantai
berbentuk cliff. Panoramanya indah, namun memilki resiko bahaya karena
morfologinya yang menurun ke arah laut dan berakhir dengan cliff. Diseberang bukit
ini terdapat pulau dengan nama pulau Kolotok yang memperlihatkan dengan jelas
proses terjadinya pengangkatan dan gua pantai. Penduduk memanfaatkannya sebagai
tempat pengambilan sarang burung walet, karena di daerah tersebut merupakan
tempat sarang burung walet.
5. Pantai Cimanuk; merupakan daerah paling timur di region Karangtawulan. Pantainya
tidak curam, terdapat tanaman pandan dan ketapang di sepanjang jalur. Potensi yang
dapat dikembangkan diantaranya terdapat di bukit-bukit kecil disekitar pantai
tersebut. Daerah tersebut meliputi minimal 5 ha untuk dijadikan hutan wisata,
berjarak sekitar 5 km dari arah pantai, sehingga jika kita berada disana nuansa pantai
dan laut terlihat dengan jelas.



Potensi Wilayah

Luas wilayah region Cikalong dan Karangtawulan adalah 5236,888 ha. Terdiri dari 5
wilayah administrasi desa, yaitu Cikalong, Mandalajaya, Sindangjaya, dan Cimanuk.
Urutan luasnya adalah sebagai berikut : Sindangjaya (23.25%), Cikalong (22.72%),
Kalapagenap (18.21%), dan Mandalajaya (16.65%). Diantara kelima desa tersebut yang
tidak begitu memiliki potensi wisata dalam arti fisis adalah Cikalong, namun daerah ini
adalah pusat kegiatan masyarakat sekitarnya.. Dengan kata lain daerah ini merupakan
penunjang lokasi wisata.

Penggunaan lahan didominasi oleh tanaman perkebunan dengan komoditi utama kelapa,
yaitu seluas 61.31%. Penggunaan lahan berikutnya adalah pesawahan seluas 16.19%,
terletak di daerah dataran yang merupakan depresi bagi wilayah sekitarnya, sehingga
cukup mengandung air. Sedangkan sisa lahan digunakan untuk pekarangan dan
bangunan, tanah desa dan lain-lain.









Prasarana transportasi di daerah ini masih minim, jalan aspal hanya sebatas jalan utama
yang menghubungkan antara Tasikamalaya – Cimanuk. Prasarana yang paling banyak
adalah jalan berbatu dan jalan setapak. Keadaan tersebut salah satunya disebabkan oleh
jauhnya daerah ini dari jangkauan pusat kegiatan. Contohnya, daerah terdekat dari
ibukota kabupaten, yaitu Desa Cikalong berjarak 81 km, apalagi daerah yang terjauh
yaitu desa Cimanuk berjarak 101 km.

Prasarana perekonomian di daerah tersebut makin jauh dari memadai. Prasarana yang
menunjang kepariwisataan belum ada seperti misalnya penginapan. Pasar umum yang
ada belum merupakan pasar yang memiliki kegiatan setiap hari, melainkan pasar
temporer yang hanya memiliki kegiatan satu minggu sekali. Hal tersebut berhubungan
dengan sarana transportasi yang ada. Industri perumahan (home industri) yang
merupakan pekerjaan sambilan yang cukup potensial untuk penunjang pariwisata, yaitu
unutk oleh-oleh, diantaranya industri makanan seperti gulampo.

Prasana kesehatan yang ada di daerah ini sudah memperlihatkan perkembangan. Seperti
misalnya, puskesmas terdapat satu buah dan puskesmas pembantu terdapat 3 buah yang
terbesar di 3 desa, yaitu : Sindangjaya, Mandalajaya, dan Cimanuk. Namun prasarana
tersebut masih belum ditunjang oleh tenaga medis yang memadai, karena hanya ada
seorang dokter saja. Hal tersebut menggambarkan bahwa masyarakat tersebut masih
terbelakang dalam masalah kesehatan. Disamping itu tidak terdapat apotik dan toko obat.
Seandainya mereka membutuhkan obat, mereka harus menempuh jarak 81 km ke ibukota
kabupaten.




Keadaan Penduduk

Keadaan penduduk di region Cikalong dan Karangtawulan, masih relatif jarang yaitu
4.08 orang/ha. Hal ini berarti bahwa potensi yang ada disana belum banyak terjamah dan
terkelola secara optimal. Penduduk yang berusia dibawah 14 tahun seperti halnya
didaerah lain keadaannya termasuk tinggi, yaitu sekitar 38.19%. Hal ini berarti bahwa
sejumlah itu merupakan kelompok masyarakat yang tidak produktif.. Jika keadaan itu
ditambah dengan kelompok usia diatas 55 tahun, maka kelompok masyarakat yang tidak
produktif tersebut menjadi 42.12%. keadaan tersebut dengan jelas menggambarkan
kondisi penduduk yang hampir separuhnya merupakan kelompok yang bergantung pada
usia produktif. Hal ini tentu saja membawa konsekuensi terhadap pengadaan kebutuhan
dan tangguan keluarga.

Dari kelompok umur produktif (15 – 54 th) diatas, sebagian besar hidup sebagai petani
(80%), sedangkan sisanya sebagai pedagang, pegawai negeri, ABRI dan buruh. Hal ini
tentu saja berkaitan erat dengan tingkat pendidikan mereka yang mayoritas tidak tamat
SD dan tamat SD (80.84%), bahkan ada yang masih buta huruf meskipun sedikit
 

CIKALONG SENTRA "SAWO" TERKENAL

Dua kecamatan di Kabupaten Tasikmalaya, yakni Kecamatan Cikalong dan Kecamatan Pancatengah kini menjadi sentra penghasil buah sawo manis.  Para petani tampak bersemangat dalam membudidayakannya. Sebelumnya, Dinas Pertanian Kabupaten Tasikmalaya telah mengembangan beberapa kecamatan sebagai sentra penghasil buah-buahan seperti buah manggis di wilayah Puspahiang, salak di Manonjaya, rambutan di Karangnunggal dan durian di Salopa.

“Dua kecamatan tersebut dianggap lokasi paling cocok untuk mengembangkan buah sawo manis sehingga dua kecamatan akan tumbuh menjadi daerah sentra sawo di Kabupaten Tasikmalaya, dan diharapkan dapat memberi kesejahteraan kepada para petani,” ungkap Ir. H. Hendry Nugroho MP, Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Tasikmalaya melalui Kasi Buah, Asep Kuswara.
             
Asep mengatakan, hasil pemetaan yang dilakukan Dinas Pertanian, wilayah Pancatengah dan Cikalong cocok untuk mengembangkan sawo manis. Bahkan saat ini Dinas Pertanian sedang melakukan pengkajian terhadap salah satu tanaman sawo manis yang ada di Desa Kalapagenep, Kecamatan Cikalong untuk dikembangkan menjadi tanaman induk.
            
“Sesuai dengan informasi, usia tanaman sawo manis yang ada di Desa Kalapagenep tersebut usianya lebih dari 100 tahun. Rencananya akan kita sertifikasi menjadi tanaman induk,” katanya. 
          
Asep melanjutkan, Sawo Manis akan dikembangkan menjadi buah unggulan lokal Kabupaten Tasikmalaya, mengingat di Jawa Barat baru ada satu daerah yang sudah mengembangkan sawo manis, yaitu Kabupaten Sumedang. Namun dari segi jenis, antara sawo yang ada di Sumedang dengan yang ada di Cikalong Kaupaten Tasikmalaya akan berbeda jenis dan rasanya sehingga jika dikembangkan akan menjadi komoditas unggulan lokal Tasikmalaya.

SOURCE : Kabar Indonesia

SEJARAH URANG SUNDA

Padrão Sunda Kalapa (1522), sebuah pilar batu untuk memperingati perjanjian Sunda-Portugis, Museum Nasional Indonesia, Jakarta

Prasasti dianggap sumber berita otentik para sejarawan. Itulah masalahnya. Sumber rujukan prasasti di Jawa Barat boleh dibilang terbatas. Lumrah bila ada ruang kosong tanpa jejak, sehingga sempat muncul keraguan tentang sejarah kerajaan yang pernah berkuasa di Jawa Barat. Pertanyaan serius pernah dilontarkan Nugroho Notosusanto dan timnya saat menyusun Sejarah Nasional Indonesia yang pertamakali diterbitkan tahun 1975. Kekosongan berita otentik dalam bentuk prasasti, menjadi salah satu persoalan.

Kerajaan yang selama ini dianggap berdiri sendiri, boleh jadi, sebetulnya merupakan perjalanan estapet satu kerajaan bernama Tarumanagara setelah runtuh menjelang akhir abad VII Masehi. Nama-nama yang sekarang dianggap sebagai nama kerajaan, diduga hanya nama ibukota atau pusat kerajaan Tarumanagara yang berpindah-pindah. Artinya diduga, Kerajaan Sunda, sampai keruntuhannya pada tahun 1579, telah mengalami perpindahan ibu kota, mulai dari Galuh dan berakhir di Pakwan Pajajaran. Paling tidak, pandangan itu salah satunya bertolak dari prasasti yang ditemukan dalam jumlah terbatas di Jawa Barat. Informasi tentang nama kerajaan yang ditemukan dalam prasasti pun tidak rinci.

Ada juga sumber asing yang menyebut nama Sunda, seperti dari Berita Portugis yang berasal dari Tome Pires (1513). Menyebut-nyebut regno de cumda (kerajaan Sunda) telah melakukan hubungan dagang dengan Portugis. Diperkuat Antonio Pigafetta (1522) yang memberitakan Sunda sebagai daerah penghasil lada. Dua sumber asing ini, secara gamblang menyebut nama kerajaan Sunda di Jawa Barat.

Sedangkan sumber lokal yang dianggap sumber pertama menyinggung nama Sunda sebagai sebuah kerajaan, tertulis  tertulis dalam Prasasti Kebon Kopi II tahun 458 Saka (536 Masehi). Prasasti itu ditulis dalam aksara Kawi, namun, bahasa yang digunakan adalah bahasa Melayu Kuno. Dalam prasasti itu ada kalimat … ba(r) pulihkan haji sunda… yang artinya: “mengembalikan raja Sunda”. Bisa ditafsirkan, sebelumnya telah ada raja Sunda. Batu peringatan itu mencatat ucapan ucapan Rakryan Juru Pangambat, bahwa tatanan pemerintah dikembalikan kepada kekuasaan raja Sunda.

Sayang, prasasti ini sudah hilang. Pakar F. D. K. Bosch, yang sempat mempelajarinya, menulis bahwa prasasti ini ditulis dalam bahasa Melayu, menyatakan seorang “raja Sunda” naik tahta dan menanggalkan peristiwa ini tahun 932 Masehi.

Rujukan lainnya kerajaan Sunda adalah Prasasti Sanghyang Tapak yang terdiri dari 40 baris yang ditulis pada 4 buah batu. Empat batu ini ditemukan di tepi sungai Cicatih di Cibadak, Sukabumi.
Prasasti-prasasti tersebut ditulis dalam bahasa Kawi. Sekarang keempat prasasti tersebut disimpan di Museum Nasional Jakarta, dengan kode D 73 (Cicatih), D 96, D 97 dan D 98. Isi prasasti (menurut Pleyte): Perdamaian dan kesejahteraan. Pada tahun Saka 952 (1030 M), bulan Kartika pada hari 12 pada bagian terang, hari Hariang, Kaliwon, hari pertama, wuku Tambir. Hari ini adalah hari ketika raja Sunda Maharaja Sri Jayabupati Jayamanahen Wisnumurti Samarawijaya Sakalabuwanamandaleswaranindita Haro Gowardhana Wikramattunggadewa, membuat tanda pada bagian timur Sanghiyang Tapak ini. Dibuat oleh Sri Jayabupati Raja Sunda. Dan tidak ada seorang pun yang diperbolehkan untuk melanggar aturan ini. Dalam bagian sungai dilarang menangkap ikan, di daerah suci Sanghyang Tapak dekat sumber sungai. Sampai perbatasan Sanghyang Tapak ditandai oleh dua pohon besar.

Jadi tulisan ini dibuat, ditegakkan dengan sumpah. Siapa pun yang melanggar aturan ini akan dihukum oleh makhluk halus, mati dengan cara mengerikan seperti otaknya disedot, darahnya diminum, usus dihancurkan, dan dada dibelah dua.

Selain dalam bentuk batu tulis, nama Sunda juga disebut-sebut dalam naskah kuno  Carita Parahyangan (akhir abad XVI) dan Siksakanda(ng) Karesian berangka tahun 1440 Saka (1518 M).
Bukti-bukti itulah yang dianggap memperkuat daerah Jawa Barat dikenal dengan nama Sunda. Sedangkan nama-nama lain yang selama ini dianggap nama kerajaan, adalah nama pusat kerajaan atau ibukota. Seperti yang disitir buku Sejarah Nasional Indonesia, nama Galuh dan Pajajaran (dalam prasasti ditulis Pakwan Pajajaran), ditafsirkan sebagai nama suatu tempat yang dianggap menjadi ibukota kerajaan Sunda yang berpindah-pindah sampai beberapa kali.

Source : Duddy RS dari www.priangan.co